Monday, September 26, 2011

Hanya Sebuah Kerinduan, yang Kutitipkan

Deru APV merah marun itu rasanya masih dekat di telingaku. Meski enam tahun sudah berlalu. Itu dirimu, yang mengemudi...sedang aku dengan asyiknya memandang jendela sebelah kanan di barisan paling belakang. Ini mobil yang kita sewa bersama teman-temanku dan orang tuanya, untuk sama-sama menuju kota paling hijau.

Tak pernah sekali pun aku menikmati proses menjadi (maha)siswa baru dengan dirimu di sisi. Tak pernah. Maka, saat kali itu kau bersamaku...mungkin itu hadiah dari-Nya untukku. Tanpa pernah kusadari. Dahulu...

"Ini tembok Berlin..." katamu sambil tersenyum.

Dan aku hanya tertawa karena mengira kau bercanda. Bagaimana lah? Aku tak pernah tahu kau bahkan begitu mengenal tempat ini.

Itu gedung biru tersenyum padaku. Kau bilang, "Bisa kan kau mengurus semuanya sendirian?" Dan aku mengangguk, sambil berkata pada diriku sendiri : Ini laki-laki, begitu percayanya aku bisa melakukan semua. Ah, bahkan dia begitu sedari dulu.

Saat aku tahu, gedung itu tempat memulai, dan kelak gedung itu pula tempat untuk mengakhiri, saat aku pertama kali mengenakan almamater biruku, ada yang berbisik di dalam dada : Kelak aku akan berfoto denganmu di depan gedung ini...dengan pakaian hitam kebesaran, dan seuntai tali di atas topi persegi.

-------------------------

Suatu malam, kau bilang kau sudah sampai. Di kota tempat aku melihat dunia yang lebih besar. Hujan besar. Aku ragu untuk pergi. Tapi saat aku membayangkan wajahmu yang selalu rindu menyambutku, kakiku mengajak untuk melangkah padamu. Maka dengan payung merah jambu...aku tak peduli meski hujan menciprati tubuhku. Biarkan hatiku basah, oleh senyummu, Lelaki.

Pertemuan itu berbilang menit. Dan kau lalu kembali ke tempat yang sampai saat ini kusebut kampung halaman. Paginya, perempuan pagimu sudah mengabariku, kau sudah tiba di bilik kecil yang kita sebut rumah. Ini tentang detik-detik yang selalu kuingat bersamamu, duhai Lelaki, yang selalu sama berharganya dengan genggaman hangat di malam hari dengan ceritamu di sepanjang jalan. Atau gendongan lembut saat memindahkan tubuhku yang tak sengaja tertidur di depan televisi.

"Teteh lagi apa?" Itu suaramu di telepon.

Kau sedang bertugas di luar kota, dan masih saja menyempatkan diri mendengar suaraku. Aku bercerita bahwa aku sedang rapat organisasi. Tak dapat kulihat wajahmu malam itu. Tapi mungkin kau tersenyum dari kejauhan, mengetahui aku begitu serupa denganmu...gemar rapat sana-sini.

Di sela percakapan kita, kau batuk sesekali. Ah, mengapa aku tak sadar...usiamu beranjak...dan tubuhmu tak lagi seperkasa dulu.

-------------------------

Duhai Lelaki, tahukah kau? Tiga hari yang lalu gadis mungilmu mengenakan toga pertamanya. Dia begitu bangga, dan kupikir begitu pula dirimu. Ini adikku yang begitu membanggakan. Dan hei lihat, bukan kah dia begitu cantik seperti ibunya?

Kau pasti sepakat denganku, bukan?

Ini tentang bagaimana dahulu aku pikir kami tak akan sampai ke sana. Ini tentang keraguan apakah aku akan berhenti begitu saja. Ini tentang pertanyaan yang selalu ada di kepala : Apakah kami bisa? Tapi nyatanya, ada yang selalu bergumam lembut di hati kami : Alloh selalu punya cara, membahagiakan hamba-Nya yang dengan segenap hati berusaha mengubah nasibnya.

-------------------------

Malam itu aku terisak. Menyadari bahwa tak sekalipun aku pernah mengucap cinta untukmu, Lelaki. Oh, mungkin pernah...tapi dulu sekali. Dulu yang bahkan tak pernah bisa kuingat lagi. Aku ingin mengucapnya untukmu, tapi terlambat, Dia sudah memintamu kembali. Lalu aku...aku hanya bisa berulang menyebut namamu, kini dalam doa-doaku.

Aku mengerti. Tak pernah lagi kudengar deru APV merah marun yang sama. Tak ada dirimu di sampingku berfoto dengan baju kebesaran dan tali yang menjuntai di atas topi persegi. Tak bisa kudengar lagi suaramu di telepon malam hari. Ya benar, ini hanya sebuah kerinduan...yang bisa kutitipkan. Semoga kelak sampai padamu.




Sungguh Lelaki : Aku mencintaimu.










Bandung, 26 September 2011

Selamat milad ke-52, Papah ku tersayang...
Ayah juara sepanjang masa!
Terima kasih telah menaburkan matahari,
di sepanjang jalan kami :)

Friday, September 23, 2011

(Tanpa Judul #1)

Apa yang membuat matamu begitu mendung memandangku?
Padahal sungguh nyata, gerimis di mataku. Tadi pagi.

Aku hanya ingin rengkuh hangatmu, memayungiku.
Itu saja. Biarlah luka bermuara, hingga akhirnya.

Dan aku pernah bermimpi, bersama kita menginjak biru dan jingga.
Di fajar, di senja. Adakah ia, setelah gemuruh sirna?

Tibatiba aku meragu, mengingat bekumu.
Tuhan tolong, jangan lagi ada badai.
Cukuplah dia di sana, menyaksikan mata airku bercerita.

Setidaknya aku tahu, dia baikbaik saja.
Meski tanpa pelangi, dan juga aku.



(perlahan mataku beranjak, menyaksikan awan berarak pelan)



Bandung, 23 September 2011
*hanya ingin menuliskan...sekelebat bayang lepas pagi tadi*

Sunday, September 18, 2011

Penjaga Rahasia

Sesekali aku merasa geli dengan sebutan ini. Apa lah. Kita hanya dua, yang dipercaya pula oleh dua. Lebih tepatnya mungkin: mereka menitipkan rahasia, pada kita.

Nyatanya, kita sama-sama ingin berada di sana. Menyaksikan kedua mata mereka bercahaya. Tapi apa daya, kita tak diizinkan rupanya. Biarlah jika demikian, kita titipkan saja mereka, pada Sang Maha Penjaga.

Apa yang lebih berharga dari sebuah rahasia? Kepercayaan untuk menjaganya, menurutku. Tak semua orang bisa mendapatkannya, bukan? Rahasia apa pun itu.

Bagaimana pun, aku tersenyum hari ini.

Saturday, September 17, 2011

Pertanyaan Pagi

Tiba-tiba aku tercenung, oleh seutas kata pagi ini. Aku memikirkannya sejenak. Diam. Lalu tiba-tiba aku teringat lagi, bahwa semuanya sudah tertulis. Aku lah yang tak boleh meragu. Aku lah yang tak boleh berhenti pada ikhtiarku. Bukankah hidup, selalu mengajari kita -pada akhirnya- untuk menerima?

Ini tentang langkah yang ingin Disempurnakan-Nya. Sepertinya Ia sudah Mengajakku berbelok. Memberiku tanjakan yang curam, serta sesekali turunan yang landai. Lalu mengapa, terkadang aku begitu malas menjejakkan kaki? Atau selalu bertanya-tanya tentang akhir dari perjalanan?

Itu mata. Yang senantiasa mengalirkan beningnya untukku. Sesekali berbinar, padahal aku ingin itu selamanya. Belum, belum cukup kuat mungkin aku menyalakannya. Itu saja saat ini, aku ingin itu. Biarlah itu menjadi, yang tergantung paling dekat dari keningku.

Ada lagi. Kaki-kaki mungil yang selalu mengajakku menapak menuju puncak. Sesekali mereka menarik lenganku, memintaku bercerita ini-itu. Dan selalu, akan ada lengkungku di sela-sela kebersamaan bersama mereka. Ah bukankah, sesungguhnya itu lebih dari cukup?

Ya, mungkin ini juga yang terpikirkan. Tapi kalau sudah meyakini, mengapa mesti meragukan? Yang terbaik, sudah disiapkan. Untuk perjuangan terbaik pula. Lalu mengapa harus bersedih?

Ah, banyak sekali pertanyaanku pagi ini.




"Apa yang kucari pagi ini selain dirimu, Matahari?"

Friday, September 9, 2011

Hadiah Untuk Bumil

: Diah

Ada yang terpeluk kalbunya
Saat kau lantunkan puisi-Nya
Bersama doa-doa cinta

Ada yang tergerak jemari kaki dan tangannya
Saat kau ceritakan dengan ceria
Hari-hari bahagiamu menantinya

Ada yang ingin segera melihat dunia
Dan kelak mengecupmu dan berkata :
"Ummi, aku mencintaimu karena Alloh..."


Bandung, 9 September 2011

Sebuah hadiah milad untuk Bumil :
Barokallohu fii umrik, Diah
Calon Ummi yang kelak akan dicintai oleh anandanya, insyaAlloh...
Semoga bilangan usiamu senantiasa bermanfaat untuk ummat. Amiiin Yaa Robb :')

Sepasang Kerinduan yang Bertamu Lalu Bertemu

Ini kisah sepasang rindu
yang begitu ingin bertamu
Tapi sebelumnya tak pernah tahu
ke arah mana harus menuju

Lalu mereka
Mengikhtiarkan niatnya
Melayangkan doadoa
Di pagi... Di senja...
Di sepertiga gulita...

Mengucap harap, mengadukan resah
Meminta dalam pasrah
Pada Sang Pereda Gelisah
: sungguh Robbi, kami ingin bertemu karena-Mu...

Maka Ia tuntun langkah kakimu
Mengetuk pintu,
Menyercah jendela cahaya,
Dan mengajaknya menuju tanah lapang
: bernama cinta

Segera membersamaimu, Saudaraku
Pasangan rindumu yang sejak dulu
jua ingin bertamu dan bertemu
: dengan hatimu




Bandung, awal Syawal 1432 H

untuk saudara dan saudariku yang akan segera berbilang genap Syawal ini
: Barokallohulaka wa baroka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khoir...

Monday, September 5, 2011

Tuhan Titipkan Padamu, Gadis

Tuhan Titipkan usia, di langkahmu, Gadis
Agar kau berjalan tegap
Dan kelak menjelajahi dunia dengan lengkap.

Tuhan Titipkan bahagia di jemarimu, Gadis
Agar kau tuliskan itu cinta
Dan membaginya dengan sesama, pun nanti, dengannya.

Tuhan pun Titipkan beban di pundakmu, Gadis
Agar kau belajar, mungkin juga menangis
Tapi sungguh, kuatmu kelak kan berlapis.

Maka tersenyumlah, Gadis
Allah Mencintaimu, lebih dari yang kau perlu *)




Bandung, 5 September 2011
- Hadiah milad dadakan untuk Mba @ekasept
Barokalloh fii umrik mbaaa :))

*) saya kutip dari kata2nya Ajuj dalam novel Galaksi Kinanthi-nya Tasaro GK

Saturday, September 3, 2011

Bidadari yang Kau Temukan di Dalam Pendiangan

Diakah,
Bidadari yang kau temukan di dalam pendiangan?

Sedari jauh sudah bisa kulihat
Serunai lembut putih hatinya
Dari kepulan asap yang mengelana

Kerjap kejoranya di ujung tungku
Terkadang membuatmu terpaku
Atau mungkin, tak pernah rasa lagi abuabu

Dan hari ini
Kau akan menggenapinya
: Bidadari itu,
yang kau temukan di dalam pendiangan

Ah, aku tahu sejak lama, Kakak
Sejak gemerisik kekayu beraduadu
Sejak percik pertama nyala api
Berkobar di matamu

: ini bidadari,
yang sayapnya kelak
tak akan pernah berhenti memelukmu hangat





Karawang, 3 September 2011

~ A wedding gift for my cousin and his angel,
Aa Nugraha Arief and Teteh Latifa Annisa
: Barokallohulaka wa baroka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khoir
So, when the wings are completed, what else do you waiting for fly? :')