Tuesday, December 28, 2010

Kepada Bunda

Pagi ini, Bunda. Hanya karena deringan ponsel di ujung kamar. Aku terbangun. Tak bisa kutunda, karena deringnya telah tepat kuatur hanya untukmu. Bagaimanalah pula, tak menjawab panggilan ibunda? Sedang firman-Nya sungguh jelas, surga itu di bawah kedua telapakmu.

Bunda, aku tak pernah ingin menangis di depanmu. Tak pernah. Cukuplah bila itu perih, biar kunikmati perih itu sendiri. Bila itu sakit, biar kurasa sakit itu sendiri. Bukankah, hanya tawa dan rona bahagia yang pantas kukabarkan untukmu?

Berkali, Bunda. Ini sudah berkali. Tak apa. Sudah kukemas lama-lama. Semenjak dulu aku sudah terlatih untuk kuat, untuk hebat, untuk bersemangat. Biarlah Bunda, biarlah. Jangan ini jadi tambahan lipatan bebanmu. Sudah banyak Bunda, aku tahu. Sudah banyak. Dan sudah cukup.

Doa saja, Bunda. Doa saja. Agar tetap teguh kaki ini melangkah, agar tetap sabar dan syukur hati ini menerima pemberian-Nya. Di sujud panjangmu. Di sepertiga malammu. Sungguh, itu lebih dari cukup untukku.

Karenanya Bunda, tak perlulah cemaskan aku. Aku hanya perlu bersabar menunggu pelangi, selepas gerimis ini.

Aku sayang Bunda :)

Thursday, December 2, 2010

Kepada...

Kepada malam,
Aku kedinginan di sela-sela senyummu yang patah. Tersudut di pojok ganjilku bersamamu. Mengais kubikel dalam labirin yang tak pernah padam. Inikah jalanku? Berkali aku bertanya padamu, berharap kutemukan jawabnya. Pada tiap rintik hujan, dan jalanan di bawah payungku, lepas senja yang tak pernah lagi kueja warnanya.

Kepada sepi,
Sudah berapa kali kita berkencan, Teman? Sedu sedan sudah kuhamparkan, bersamamu di sisiku. Aku mungkin yang tak pernah bisa mengerti, atau sekedar menatap pelangi. Karena aku terlalu riuh, karena aku terlalu sibuk, mengenal dirimu. Maka biarkan aku menjejak lagi. Hari-hari bernama sunyi. Atau entah, dengan apalagi kau menyebutnya.

Kepada senja,
Maafkan, Sayang. Aku telah lama melupakan janji kita. Untuk bertemu setiap hari, di waktu yang sama. Saat pendarmu sedang hangat-hangatnya. Saat pelan-pelan kau pergi untuk kembali keesokan hari. Aku terlalu enggan meninggalkan waktu-waktu menatap lamat-lamat angka-angka. Ah bukan, aku bukan enggan. Tapi terpaksa enggan.

Kepada hujan,
Dinginmu berkali mendekapku. Tak apa. Kuyup pun tak apa. Bukankah sudah berkali, kita bermesraan saat langit telah kelam? Di suatu kali, aku mengigil dalam kabut waktu. Dulu aku percaya padamu, bahwa aku akan baik saja. Bukankah sudah kau katakan berulang, bahwa pelangi akan datang selepas rintik derasmu atau bahkan setelah kilatan badai? Di saat akhir, aku hanya ternganga, menyadari engkau berdusta.

Kepada waktu,
Aku terantuk-antuk menyejajarimu. Sudah lelah, kataku suatu kali. Apa yang kuharapkan dari yang kujalani? Adakah senyum bersahaja, dari seorang malaikat bernama Bunda? Ah, berpeluh sudah. Menangis sudah. Aku di ujungmu. Aku di lukamu. Aku di perihmu. Maukah engkau, pelan-pelan berdamai denganku?

Di waktu lewat senja, saat malam tiba, di temani hujan yang sepi.
Di situlah, aku.

Wednesday, November 10, 2010

Ingin Memelukmu

: Al Hurriyyah

Kau yang ingin kudengar

Lantunan panggilan syahdu
Berdentum di gendang telinga
Sampaikan pada getar bernama kalbu

Kau yang ingin kugenggam

Gemericik air lewat keran-keran di terik siang
Beserta senyum dan pelukan yang menjalar dalam
Tulus, merindu Tuhan

Kau yang ingin kulihat setiap hari

Kata-kata penyejuk kalbu
Dengan warna warni stabilo
Atau berita yang menghentak hati

Kau yang ingin kujejak

Dingin, bersih, kupikir tadinya telaga kautsar
Dan mungkin memang serupa
Ada bayangmu menjelma nyata

Kau yang kurindukan

Lingkaran persaudaraan
Di tiap lisan ada kekuatan
Di tiap jiwa ada kaitan

Ingin aku bersamamu

Berjajar dalam shaf
Berdiri rapat-rapat
Bersujud dalam-dalam
Mengeja doa

Kapan ku terakhir memelukmu,
Duhai Kemerdekaan yang Tak Pernah Terjajah?

Ode Ulat Kecil

Aku pernah berpikir
Aku ingin jadi kepompong saja
Menyendiri dalam sepi
Bercermin pada waktu, dan aibku

Mungkin itu lebih baik
Daripada lebah yang tak pernah hasilkan madu
Atau cecapung yang hanya hinggap di tangkai kayu

Berharap menjelma cantiknya kupu
Lalu menari bersama kepak kepikkepik mungil

Tapi yang kutak pernah tahu
Tak selamanya ulat dapat bersayap
Terkadang ia seputih lara...lalu mati begitu saja

Ah, Tuhan
Bolehkah aku meminta
Jadi ulat yang taat padaMu saja?

Friday, October 22, 2010

Kepada Kakak, yang Kesepian Malam Ini

Kak,
sepinya malammu ini
Tak adakah yang bisa kau ajak berbagi?
Meski hanya segenggam kata, meski hanya sekecup makna

Kak,
jika tak ada,
biarlah aku di sampingmu
Ini, oleholeh perjalanan jiwaku
Sekerlip bintang
untuk kunyalakan di matamu
Dan secahya bulan sabit
untuk kuukir jadi senyummu

Ah kakak,
bersabarlah...
Biar kutemani,
sampai teman hatimu menepi...

~for the one and only brother :)

Tuesday, October 19, 2010

Diorama Layar Kaca

Ada diorama episode sampah
Di kotak hitam, di ujung ruang tamu
Terdengar ucap lantang-lantang :
"Itu rakyat kami yang bela!"

Apakah lara?
Kupikir takkan pernah dapat dirasa
Oleh hati yang gelap mata

Sadarkah, Tuan?
Luka kami sudah menganga
Kami repih perih ini
Yang tercecer,
terseret kesadisan janji-janji semu

Ada pusaran topan
Berjingkat perlahan, menggulung ceriamu
Sekerjap lantakkan tiap hipokrit
Tiba-tiba menjelma apologi
Muncul dari jiwa-jiwa yang sakit

Tak perlu kau dikte kami lagi, Tuan
Sebab kini kami pandai membaca
Sebab kini kami mahir berkata-kata
Bukankah kami, tlah berguru padamu begitu lama?

~dibuat untuk Arisan Kata ke-7 dengan 10 kata ajaib : diorama, sampah, sadis, topan, apologi, lara, dikte, jingkat, ceria, dan hipokrit :)

Saturday, October 16, 2010

Dari Aku, yang Mengagumimu

Para penjahit kata, selalu siapkan benang paling istimewa.
Agar makna tersulam rapi, dan tersampaikan pada hati.

Para pemintal bait, tak peduli ruam-ruam pahit.
Ia jadikan itu nyawa, menulis berlembar cerita tentang luka.

Lalu, apakah penenun puisi harus tetap terjaga?
Ada masanya di mana benang dan jarum harus disiapkan.
Agar cinta, tertenun tulus untuk disampaikan.

~special for #livepoetsociety fam :)

Wednesday, October 13, 2010

Ode Pucat Hati

Ada pekat menggeliat
di pucuk-pucuk dahan pintu kamarku.
Tanpa cahaya, dari tingkap-tingkap
yang bermuram durja.
Apalah kehangatan?
Sunyi, sedan, dan pahit ruam
telah kupaksakan,
untuk kuterima sepenuhnya,
untuk kunikmati seutuhnya.

Lihatlah pagi yang menggeriap.
Mendung telah menghapusnya,
dari juta daftar periang hati.
Mungkin ia telah malu-malu sembunyi.
Tak ingin basah oleh kisah,
tak ingin kalah oleh tumpah.
Biarlah, ia nikmati periuk nasi,
sampai senjanya sendiri.

Aku tertemani bulir,
menganak kali di ujung jari.
Mengerjap, dan jatuh lagi.
Apa pasal? Tak ada.
Hanya jiwaku yang kubiarkan rapuh.
Ditampar waktu yang tak jua
menyembuhkan pilu.

Dan tiba-tiba aku cemburu,
pada tawa dan senyuman.
Ragu menyesak di penuh tanda tanya : Akankah?
Biarlah, kan kuseret sendiri
koper-koper perih ini.
Kan kuhempas,
pada jurang terdalam,
pada waktu paling malam,
dan pada rindu paling kelam.

~saat membayangkan luka, semoga tak kurasakan

Tuesday, October 12, 2010

Rindu Sahajamu, Kawan

Ada kenangan yang riuh berderai
di sudut rumahku, Kawan.
Mungkin ia sudah tak sabar
menanti panorama yang jua
pernah kita saksikan kala senja.

Tapi di ujung lembayung,
kusaksikan wajah murammu berbalut luka.
Seperti ada perih, melilit pahit.
Lalu perlahan cahaya matamu menggeriap pergi.

Lalu, apakah benar bit-bit data maya
tlah menjarakkan kita?
Membuat alpa pada cangkir-cangkir susu
penadah cengkrama di pagi kita.

Ah, aku hanya rindu satu:
sahajanya dirimu.

~dibuat dalam rangka Arisan Kata ke-6 dengan 10 kata ajaib : data, lembayung, sahaja, panorama, riuh, derai, geriap, muram, lilit, dan susu :)

Saturday, October 9, 2010

Apa arti #pagi bagimu?

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa belaian lembut para peri embun
yang bangunkan dari mimpi
dan mengajakmu berlari?

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa tepuk hangat mentari
yang perlahan memeluk
lalu mengajak mengerjap?

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa dedaunan jatuh perlahan
menjadi dzikir panjang
yang tak pernah membenci angin?

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa memotret rerumput yang basah
dan menikmati bebaunya
lalu tersenyum di ujung jalan?

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa menghias kota lama
dengan sepercik asa baru?
Di sana, kau temukan rindumu.

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa senandung gemericik air
yang mengajakmu turut menari
dan mewarnai hari?

Apa arti #pagi bagimu?
Apakah serupa hangat roti bolu
yang disajikan bunda,
pada cawan-cawan penuh cinta?

Tuesday, October 5, 2010

Dua Sahabat

Dua sahabat
Tak peduli terik sengat surya
Terantuk-antuk kerikil jalan
Perlahan berlari memasang sayap :
"Layang-layang putus itu kami yang milik!"

Dua sahabat
Menulis langit dengan batu
Mengirim pesan-pesan penuh rindu
Pada ayah yang berpulang lebih dulu :
"Adakah doa kami sampai dan ijabah untukmu?"

Dua sahabat
Bertemu dalam senja
Dengan peluh yang mengaduh
Dengan pikir yang mengusut :
"Inikah yang jadi jalan kau dan aku?"

Dua sahabat
Mencium aroma hujan
Sambil menyeruput kopi musim semi
Saling merangkai kisah yang sempat terlewat :
"Ayo, ceritakan mimpimu!"

Dua sahabat
Hanya berjumpa lewat huruf dan tanda baca
Dalam bilik-bilik maya
Tapi cinta tetap dirasa :
"Kutunggu sapamu, Kawan!"

Dua sahabat
Dipeluk malaikat
Saat dua tangan berjabat
Saat ikatan paling kuat melekat :
"Cita kita, berkumpul abadi."

Dua sahabat
Satu di siang dan satu di malam
Satu di utara dan satu di selatan
Saling tersenyum,
dan mengucap...

~untuk dua sahabat, yang bertemu dan menyayangi karena Alloh~

Sunday, September 19, 2010

Larik Tentangmu

Ini larik tentang hari
Tempat saat aku menatap lama-lama matamu
Di sana ada cinta yang menggenang
Untuk wanita dan putri kecil yang kau cinta

Ini larik tentang pagi
Saat kau beranjak pergi
Menelusuri kepingan hidup
Dan menjejaki mimpi
Kau anyam harapan, lalu melangkah damai

Ini larik tentang panasnya mentari
Tapi kau hirau peluhmu
Tiap tetesnya kan jadi surga
Tiap detiknya kan jadi makna
Tak ada yang tersia

Ini larik tentang senja
Saat lelahmu terhapus sudah
Ada secangkir kopi dan sepenuh rindu
Matamu berbinar riang,
saat sang putri melonjak di pelukan

Ini larik tentang malam
Tak perlu yang lain, hanya syukur yang menggantung
Di tiap pojok rumah, dan setelah sujud panjang
Ah, bahkan rembulan pun tersenyum untukmu

Kau letakkan tanganku di genggammu
Kau ceritakan keajaiban hidup
Kau goreskan indah masa kanakku
Kau wariskan keberanian
Kau cinta dengan sederhana

Ah ya, ini memang larik tentangmu
Yang kurindu di detik waktuku
Yang diam-diam kupetik senyummu
Yang kuharap kita,
kelak berkumpul di surga abadi...

I LOVE U, DAD...

(17/09/2005 - 17/09/2010)

Tuesday, September 7, 2010

Padamu Aku Cemburu

Padamu yang basahkan lidah
Dengan dzikir-dzikir surga
Dan senandung cintaNya
Aku cemburu

Padamu yang rendahkan dahi
Dalam sujud-sujud panjang
Di malam-malam cahaya
Aku cemburu

Padamu yang eja terbata
Kata-kata cintaNya
Di setiap makna, di sepanjang suka duka
Aku cemburu

Padamu yang tetap terjaga
Renungi kalamNya
Meski malam kian menggulita
Aku cemburu

Padamu yang tak pernah lupa
Bersihkan tiap keping harta
Penuhi hak mereka
Aku cemburu

Padamu yang menjaga puasa
Tak terbakar amarah
Dan kendalikan egomu
Aku cemburu

Padamu yang menulis cinta
Di tiap bait makna
Lalu berbagi cahaya
Aku cemburu

Padamu aku cemburu...
Dan padamu aku berguru...

~di penghujung Ramadhan

Saturday, September 4, 2010

Ada Rindumu Di Ujung Jalan Itu

Ada rindumu di ujung jalan itu
Yang kau selipkan di sela dedaunan
Berharap angin menerbangkan
Hingga sampai ke hatinya

Ada rindumu di ujung jalan itu
Yang kau bisikan pada ilalang
Berharap mereka bergemerisik
Hingga mampir ke dengarnya

Ada rindumu di ujung jalan itu
Yang kau tuliskan di tiap sajak dan prosa
Berharap di suatu masa ia mengeja
Dan mengecup pesanmu

Ada rindumu di ujung jalan itu
Yang ingin kau antarkan ke peluknya
Biar ia rasa, apa yang kau rasa
Biar ia cinta, apa yang kau cinta

Akhirnya detik itu tiba
Telah kau bungkus rindumu
Bersama aroma embun pagi hari
Jangan ragu, melangkahlah
Karena,
ada rindunya di ujung jalan itu
Menanti rindumu

~untuk seorang kakak, 040910

Monday, August 30, 2010

Tak Ingin Lelah

Tak ingin lelah ku menyeret kaki menuju-Mu.
Meski sungguh tertatih.
Adakah sudi Kau Berlari memelukku?

Tak ingin lelah kueja doa malam-malam panjang.
Meski terbata.
Adakah sudi Kau sedikit Memasang telinga?


Tak ingin lelah ku hembuskan dzikir-dzikir cinta.
Meski kata ikhlas masih jauh tertata.
Adakah Kau Ridha?

Wednesday, August 18, 2010

Lelaki Matahari

#1

Aku tahu memang begini rasanya saat kau pergi.
Tapi aku memberanikan diri,
untuk tetap jatuh cinta.

#2

Kutaburkan mentari di jalan kepergianmu.
Berharap mampu kujejaki cahayanya dalam doa.
Kau, lelaki matahariku.

#3

Hujan jadi saksi kepergianmu.
Luruh di hatiku.
Meninggalkan rindu.

#4

Aku membujukmu pulang,
lewat lantunan hujan.
Tapi kau sepi, pergi dalam diam.
Diam2 kulukis pelangi di jalanmu menuju rumah.

280710 *untuk ayahanda

dua puluh lima

dua puluh lima di kepalaku
terpaku pada angka-angka sendu itu
bukan, bukan hari lahirmu
tapi satu hal yang kupikirkan berulang
tapi tak pernah kutemukan jawabannya

dua puluh lima menari-nari
aku ingin pergi
tapi dia menghalangi langkahku
adakah sang penyelamatku?
menebusnya dalam nyata?

kadang aku suka dalam dua puluh lima
tapi sejenak, karena setelahnya menguap
terdiam. bisu. aku kehilangan makna
pada dua puluh lima:
aku menyerah

namun, sesekali kudengar bisikan
akankah penyelamatku datang?
karena dua puluh lima bermetamorfosa
pada jumlah yang tak bisa kuhitung nyata

180810

Wednesday, August 4, 2010

Bunda Cinta

(1)

Bunda cinta, apakah aku harus menyerah?
Sedang peluhmu belum sempat kuseka.
Dan doamu telah berjuta untukku.

(2)

Bunda cinta, sungguh aku tak suka.
Tapi, tiap mengingatmu aku jadi kelu.
Tak tega khianati tiap cinta yang kau eja.

(3)

Bunda cinta, telah kau bukakan dengan doa.
Jalan kupu-kupu.
Di sana aku bermetamorfosa.
Mencoba persembahkan madu termanis untukmu.

Sunday, April 25, 2010

Untuk Adinda Yunia Anggarini (pada miladnya yang ke-18)

De, bukankah dulu kita sama
Seperti ulat kecil
Yang malu-malu melahap daun

Atau seperti pelukis
Yang hanya punya sedikit warna
Untuk melukis dunia

Tapi lihatlah dirimu kini
Perlahan menjelma kepompong
Melahap segala, menimbun energi
Untuk terbangmu nanti

Atau perlahan kau menggenggam warna
Satu, satu, lalu jadi beribu
Dan meski aku tak tahu
Apakah engkau dapat melukis pelangi
pada wajah bumi ini?

De, aku menunggu kepak sayapmu
Juga pelangi di kanvasmu
Berikanlah senyuman pada wajah umat ini...

Met milad, de...
Semoga Alloh senantiasa menjagamu
Dalam keistiqomahan berjuang di jalanNya

_kakakmu_

Happy

It's about the feeling
And friends...

Happy in that day that i loved so much
Because i know i have a gift from God
Friends that are special and unique
Very caring and entertaining

Friends that teach me how about
see this life by other ways
And keep thanks to God for all

Friends that keep me remember
That positive minds can come
a positive destiny

Luv u all my aodpmates :)