Sunday, April 3, 2011

Dear Matahari...

Dear Matahari,

Bagaimana kabarmu di sana? Semoga bahagia, bersama cahaya kebaikan yang setia menemani, hingga akhir nanti. Aku tak bosan meminta pada-Nya agar kelak kita menikmati surga-Nya bersama. Aku menyayangimu, meski itu jarang sekali keluar dari ucapanku, dulu.

Aku semakin dewasa sekarang. Apa kau bisa lihat aku? Aku bukan lagi anak kecil yang merengek minta dibelikan jajan, atau remaja yang minta kau jemput setiap pulang. Tapi aku masih ingin sekali...kau acak-acak rambutku, lalu kau gandeng sepanjang perjalanan menuju rumah.

Apa impian-impianmu, Matahari? Maafkan, bila aku tak pernah sekalipun bertanya tentang itu. Yang aku tahu, kaulah orang pertama yang selalu berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kami. Mengantarkan kami pada sesuatu bernama keberanian. Lalu membiarkan kami sendiri menemukan jalan, sambil kau pandang dari kejauhan. Maka masih saja senyummu membekas, dan bau keringatmu menempel di sepanjang langkah kami.

Malam terakhir bersamamu, itulah saat terakhir pula aku melihat tawamu. Ah, mengapa aku tak jua menyadari saat-saat kau melemah. Genggamanmu yang tak sekuat dulu saat menggandeng tanganku. Kerutan di wajahmu yang kian bertambah setiap waktu. Maafkan...

Terima kasih, Matahari. Bagi kami, sinarmu tak pernah padam. Bahkan pada saat langit paling kelam.

No comments:

Post a Comment