Tuesday, November 29, 2011

Biji Pinus yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


"Ikhlaskan..." ucapmu pelan. Namun cukup terdengar sampai di telingaku. Ada bayang yang berkelebat di memoriku. Tak lama. Tapi cukup membuatku terpejam, lalu terdiam. Sesuatu bergetar di sudut waktu. Sesuatu yang ingin kembali ke masa itu. Masa di mana hujan berhenti, dan lembayung menanti. Hujan pertama di bulan ini.

"Tak mudah..." aku menggigit bibir. Sungguh, mudah memahaminya... tapi tak mudah melakukannya. Kembali aku -dan juga kamu- terdiam. Aku kembali menatap biji-biji pinus yang berserakan di ujung kakiku. Mereka ikut diam, seperti dengan cermat mendengarkan kegelisahanku. Angin berhembus perlahan, menyempurnakan kebisuan.

***

Allahumma innii as’aluka nafsan muthma‘innatan, yu’minu biliqaa’ika, wa tardha bi qadhaa‘ika, wa taqna‘u bi’athaa’ika.

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu jiwa yang tenang, beriman bertemu dengan-Mu, ridha terhadap segala ketentuan-Mu dan menerima sepenuhnya pemberian-Mu.

***

Sebuah catatan akhir bulan,
29.11.11

*) judul terinspirasi dari judul sebuah novel karya Tere-Liye

4 comments:

  1. dalam dirimu ada awan mendung fi..

    jika awan itu menjadi putih maka ia akan membuatkan pelangi diantara awan-awan putih lainnya..

    bukan hnya sekedar menurunkan hujan
    krn kita tidak pernah tahu seberapa mendung awan itu

    mungkin saatnya berhenti mencoba kuat
    berhenti menahan senyum hingga awan itu putih

    ga perlu membenci hujan, kita hnya perlu mengakrabinya

    jika kita berbuat baik pada hujan, pasti ia akan berbuat sebaliknya

    ucapkanlah terima kasih pada hujan

    ReplyDelete
  2. ikhlas dan mudah itu dua kata yang tidak mudah untuk disatukan

    ReplyDelete
  3. hmm.. lama tak berkunjung ke blog ni.. ternyate dah update banyak dah.. i just wonder...^^

    ReplyDelete